Sabtu, 19 Februari 2011

Cerpen


Ketika Birumu menjadi Hujan



Bercerita tentang hal yang sama, dihari yang sama, betapa membosankannya hidup ini. membuatku mengingat semuanya disaat aku sudah berpasrah dalam doa. Hujan dengan kepedihannya yang kemudian menyeruak masuk dan berdifusi dalam darah. Malam sunyi nan mendung yang kian membuka peristiwa lama yang susah payah kusembunyikan sejak pagi tadi. Hujan dan malam, adalah sepasang peristiwa alam yang mampu berikan segurat perasaan lain pada hati yang seperti ini bentuknya, seperti hatiku, disaat aku sadar betul ini memang salahku.
Sepertinya sudah takdir tuhan jika segala yang tak baik akan berbuah pahit ataupun yang baik berbuah manis, ya mungkin itulah mengapa kesalahan itu menyakitkan. Sepenuhnya aku sadar akan semua itu sekalipun sangat manusiawi jika selalu saja kupertanyakan pada Tuhan tentang maksud dari cerita yang dibuatNya untukku hari ini. Mungkin sebuah penebus kesalahan ataupun pendewasaan hidup, ya entahlah yang jelas beginilah rasanya.
Rani dan Dara selalu bersama dan tak pernah bertengkar. Begitulah teman temanku menyebut kami berdua, aku dan sahabatku dara. Awalnya mungkin ini adalah sebuah pujian bagiku namun entah mengapa setelah semua yang terjadi kurasa sekenarionya tak lagi seperti ini. Aku menjadi semakin tak nyaman dalam peranku, entah memang seharusnya begini atau ini hanya perasaanku saja.  Terlalu sedih jika harus selalu membahasnya.
                                                                            ***                                                                           
Dara, aku menyebutnya sahabat sejak kami sama sama masuk dalam SMA yang sama. Dara yang kukenal adalah gadis lemah lembut, pendiam dan tertutup, gadis dengan budi bahasa yang halus dan murah senyum, yaa, kurang lebih seperti tokoh bawang putih dalam cerita klasik jaman kecilku, meski aku pun tak ingin disebut bawang merah. Seorang gadis dengan kepribadian luar biasa menurutku. Gadis yang lemah lembut namun begitu berprinsip. yaa, begitulah dara gadis berdarah jawa sahabatku ini. Dan satu lagi fakta darinya ialah ia jarang jatuh cinta. Tak banyak memang lelaki baik menurutnya yang sampai di telingaku, kalaupun ada mungkin tak pernah ia simpan terlalu dalam. Berbeda denganku yang suka menceritakan kejadian apa saja termasuk hal yang tak begitu penting sekalipun. Banyak omong, dan  suka tertawa keras keras. Aku dan dara adalah kontra, ya mungkin itulah yang menyebabkan aku sering menyebutnya sebagai sahabatku.
Dipertengahan kelas satu SMA kami sempat dekat dengan ardi. Teman sekelas kami yang dulunya berasal dari SMP yang berbeda. Ya, ardi sang anak rohis. Namun entah mengapa ia berbeda dengan anak anak rohis yang lainnya. Perbedaan yang mencolok sih karna dia tidak menggunakan celana ngatung  dan tidak berusaha keras menumbuhkan jenggot seperti anak rohis pada umumnya. Gayanya tidak terlalu buruk bahkan menurutku masih diatas rata rata. Dan kelas X-C telah membangun chemistry kami bertiga, sejak saat itulah kami sering menghabiskan waktu bersama.
Aku pernah dengar dari Dara bahwa ardi menyukaiku, namun tidak pernah ku gubris semuanya, menurutku akan lebih asyik jika kami tetap menjadi sahabat, aku pun belum sepenuhnya yakin akan perkataan Dara karena setiap berkumpul pun Ardi tidak pernah menunjukkan sikap yang berbeda padaku, biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Kalaupun memang benar, aku pun akan lebih nyaman jika kami tetap bersahabat seperti ini. Menurutku ini sempurna, dan tidak akan ada perubahan peran dalam ceritaku kali ini.
***
Hari ini, hari yang sangat jarang terjadi di sepanjang sejarah pertemanan kami, dan menurutku tidak berlebihan jika selayaknya kucatat dalam kalender harianku bahwa pada hari ini untuk yang pertama kalinya dara berbicara tentang laki laki pada aku dan Ardi. Aryo, yah, demikianlah satu nama yang untuk pertama kalinya ia sampaikan di hadapan kami dengan durasi yang lumayan lama. Sehingga dapat dipastikan Dara benar benar menyukainya. Dan satu fakta lagi ialah bahwa aryo adalah teman bimbel SD ku dulu, sehingga akan dengan mudah membuat mereka berdua mengenal satu sama lain. sungguh Proyek yang luar biasa menyenangkan bagi aku dan Ardi .
“yaampun Daraaa, gue ga nyanka ternyata ada juga” ardi terus menerus meledeknya, membuat wajahnya menjadi seperti lakmus biru terkena asam, merah merona seketika. Lucu sekali sahabatku kali ini.
Aku dapat membaca ketulusan Dara pada aryo, air muka dan pandangan matanya berbeda saat melihat aryo, samasekali tidak seperti gadis gadis lain yang heboh luar biasa ketika melihat idolanya melintas dihadapannya. Sungguh Dara yang tulus, tidak dengan mudah ia ucapkan ia mencinta ketika belum yakin ia akan perasaannya. Sehingga bila kali ini aku tahu semuanya maka inilah perasaan terdalamnya.
Kubicarakan segala yang kulihat pada Ardi, seperti mata mata yang memberi laporan pandangan mata pada atasannya. Dan inilah saatnya bagi kami untuk memulainya.
“di, kayaknya dara serius deh, mmm ntar malem gw sms aryo deh ya, cma pengen tau sih seberapa layak dia buat dara. Mm mungkin tugas lo susun rencana ketemuan buat dara sama aryo, lo yang bilang sm dara bisanya kapan naahh, gue nanti bilang ke aryo deh ya di yaaa…. Ini menyangkut kesuksesan teman kita  hhe” . mungkin kali ini aku terlalu bersemangat, tapi  sepertinya memang sudah sepatutnya aku begini.
 “semangat bener siiii mbaakk, oke oke bisa diatur semuanya. Eehh tp nanti kalo dara udah pacaran sama aryo kita mainnya berdua doang doong…. “.
“ia yaa… ga seru lagii deeh, tapi gapapa lahh.. jarang jarang dara begini” jawabku sambil sibuk memeriksa phonebook entah dengan nama apa dulu kusimpan nomor aryo di handphoneku.
“gapapa siihh, masih seru ko, kecuali kalo lo juga pergi ninggalin gue sendiri” . hmmm entah apa maksudnya kali ini, entahlah yang jelas ini akan jadi permulaan yang baik di dalam cerita hidup dara. Baiklah dara, mari kita mulai semuanyaa…
***
Hari pertama untuk proyek baru, aku memulai smsan dengan aryo, tujuannya untuk memastikan seberapa pantas lelaki ini di perjuangkan, tentu aku akan beri sesuatu yang terbaik bagi sahabatku. Kesan pertama diluar dari aryo yang ku kenal dulu. Orangnya ramah, sedikit jual mahal namun kufikir itu wajar. Semakin lama aku mengenalnya tampak darinya sosok yang menyenangkan, lucu, memiliki selera humor dan selera musik yang baik. Kukira aryo dapat membuat orang orang disekitarnya menjadi nyaman berada di dekatnya. Lagipula ia cukup perhatian meskipun tidak terlalu berlebihan namun aku dapat membaca sisi lelaki daripada pribadinya, kurasa cukup layak untuk diperjuangkan.
Esok harinya disekolah kuceritakan semuanya pada Dara dan Ardi. Kulihat Dara begitu bahagia, kutahu ada suatu harapan besar pada sosok aryo. Dan kuharap apa yang kulakukan takkan sia sia dan semoga ini akan menjadi permulaan yang baik, dan semoga apa yang kulakukan takkan membuat sakit sahabatku nantinya. Penyelidikanku pada sosok Aryo belum berakhir sampai sini. Lihat saja Aryo, ujianmu belum selesai.
Hari minggu sore, cukup cerah namun tak seperti biasanya, hari ini tak ada jadwal untuk aku Dara dan Ardi untuk sekedar hang out dan menikmati indahnya weekend. Huuh, hari cerah yang mubazir menurutku, bagaimana tidak? Seharusnya kami bisa menghabiskan waktu bersama hari ini. Hhuuhh namun apa daya Dara sibuk dengan karya ilmiahnya di kelompok KIR, sedangkan Ardi sibuk membuat proposal kegiatan Porseni sekolah kebetulan Ardi bendahara OSIS di sekolah. Sementara aku sibuk berguling guling diatas tempat tidur karna terlalu bingung hendak melakukan apa.
Tiba tiba hanphone ku berdering. Sms dari Aryo , ha? Disore geje seperti ini justru aryo yang menghubungiku keterlaluan teman teman ku. Segera kubaca smsnya
“raniiii, sedang apa??”. Singkat dan menakjubkan. Perhatian yang tersirat mmm kurasa semua perempuan menginginkannya. Poin plus untukmu kali ini.
“lagi nganggur sambil dengerin komunitas geng gengan ibu ibu yang pada poco poco di lapangan sebelah dengan suara musik yang gue rasa kedengeran sampe rumah lo hahahaha, eeh ngapain lo sms gue? Tumben”.
“ eeh, dibales smsnya, krain bakalan dicuekin. Lebai ga ilang ilang deh lo. Gue juga ga jelas nh dirumah aja abis jadi montir mobilnya papa”. Hmm, mungkin kegiatannya lebih menarik dari apa yang kulakukan. Menurutku itu lucu…. Hmm I like it.
“hahaahaha… seru tuh… boleh kali ikutan”.                                                      
“hahha.. serius?? Jangan lahh, mending ikut senam poco poco. Ehh jalan yuk gue jemput ya, gw masih ingt kok rumah lo”.Aryo mengajakku jalan. Awalnya aku ragu, bagaimana jika teman temanku tahu, karena seharusnya jadwal tugasku hari ini belum sampai pada tahap pertemuan. Tapi setelah ku pikir pikir, sudah seminggu aku smsan dengan Aryo, mungkin ini sudah saatnya, aku bisa membicarakan sepulangnya. Siapa tahu setelah ini hubungan dara dan aryo akan semakin baik.
Aryo menjemputku sekitar pukul lima sore, dia mengajakku ke sebuah kedai kopi kecil, dia bilang kedai itu milik teman kakaknya dan sepertinya ia sudah begitu terbiasa dengan suasana disana, hampir setiap yang datang menyapanya, bahkan sesekali menyapaku. Hmm, sungguh beruntung dara jika ia merndapatkannya. Dara dan Aryo, dua kepribadian berbeda yang pastinya akan menjadi cerita menarik jika di persatukan. Ayo yang supel dan Dara yang lemah lembut. Sepertinya lucu. Kuawali pembicaraanku dengan aryo tentang masa masa SD kita, menganalisis perubahan perubahan yang terjadi  jika dibandingkan dengan saat ini, sungguh mengasyikan bisa mengenal Aryo dan akupun mulai nyaman dan terbiasa bersamanya.
“yo, lo kenal dara kan? “. Tanya ku ditengah perbincangan kami, kufiukir ini akan menjadi saat yang tepat untuk memulai proyek ini.
“ia tau, kenapa Dara? Temen lo kan? Temennya Ardi juga? “. Sambil menyeruput secangkir hot coffee, dengan gaya khas yang tidak dimiliki semua orang.
“menurut lo? Dia gimana?”.
“ha? Gimana apanya? Cantik, baik, gtu maksud lo, knapa sih? Aneh deh..”.
“sekali sekali ngobrol lah, prestasi kan bisa ngajak ngobrol cewe pendiem dan super independen kaya dara?”. Aku selalu menantikan ada jawaban ajaib keluar dari mulutnya.
“yee.. dasar lo, kesannya butuh banget gitu dibilang penakluk cewe independen, gue si ngobrol ama siapa aja neng.”. Hmm tersirat namun luar biasa. Tidak heran jika banyak orang yang kenal dengannya.
Setelah sekitar satu setengah jam berbincang tiba tiba handphoneku berdering, ardi menelfonku. Huuuh, sebenarnya hampir bosan aku mengangkatnya, ataupun membalas smsnya. Sebenarnya ia menelfon atau mengirim sms masih dalam batas yang wajar, namun setelah kudengar tentang perasaan Ardi padaku dari mulut Dara, aku jadi segan untuk sekedar membalas smsnya. Maafkan aku ardi, aku hanya ingin kita tetap seperti ini.
“siapa yang telfon?”. Aryo tetap dengan gaya khasnya, berbicara tanpa melihat lawan bicaranya, sedikit menyebalkan, namun cukup membuat penasaran.
“ardi, Cuma nanyain lagi dimana.”
“oohh, ardi pacar”.
“bukan, tapi  baik ya, masih nanyain gue, padahal dia lagi sibuk loh…”
“suka kali ran”.
“apa sih, gue sih temenan ama siapa aja bang…”.
***
Aku pulang tepat pukul delapan malam. Hari yang panjang dan menyenangkan. Namun sepertinya aku merasakan ada perasaan yang lain setelah kejadian ini, seperti ada banyak udara di paru paruku, aku bahagia dan sangat nyaman berada di dekatnya, selalu tersenyum setiap kali membaca smsnya, dan selalu menantikan suaranya setiap hari, bahkan sudah begitu familiar aku dengan bunyi ringtone handphoneku yang sengaja kubedakan untuk nomor Aryo. Sepertinya Aryo sudah membawaku kedalam perasaan lain diluar kendaliku, aku sangat terkesan dengannya. Aku sangat menghargai perhatiannya. Rasanya berbeda jika dibandingkan dengan ketika kubaca sms dari Ardi. Aku pun tak mengerti dengan apa yang sebenarnya kurasakan, seperti ada banyak sarang laba laba di depan mata yang merabunkan arahku namun begitu tak sanggup aku untuk semudah itu terlepas dari semua ini setelah semuanya terasa begitu dekat. Aku mengerti tak seharusnya aku begini. Ada Dara yang selalu menunggu ceritaku tentang Aryo, Dara yang menyimpan harapan besar pada aryo dan dara yang hanya menginginkan Aryo, sungguh tak pantas semua ini, namun aku pun tak dapat atasi diriku sendiri. Sepertinya aku juga mencintai Aryo.
***
Ardi tak pernah menjadi bagian dari persinggahan hatiku, namun bukan berarti aku membencinya, dua minggu belakangan ini jarang kubalas smsnya, dan berbicara seadanya disekolah, begitu juga dengan dara, tidak ada pertanyaan tentang aryo belakangan ini, selalu kuharapkan dara untuk berhenti mencintai Aryo, karna aku sanggup jika harus dihadapkan pada pilihan menyakitkan jika Dara tetap menginginkan aryo, meski tak ingin sedikitpun kulukai perasaan sahabatku. Tidak ada kegiatan khusus seperti yang para sahabat biasa lakukan. Aku pun tak berani memulai perbincangan dengan Dara, karna kutahu nantinya akan berlanjut pada pembicaraan tentang Aryo, sementara akupun tak dapat terus menerus membohongi hatiku yang juga menginginkannya.
***
Setelah difikir fikir, begitu jahat aku pada Ardi, tak pernah kubalas smsnya ketika Aryo memulai perbincangan denganku, tak pernah kuangkat telfonnya ketika aryo berjanji akan menelfonku malam ini, dan seringkali aku berbohong padanya setiap dia mengajakku pergi ketika aku ada janji dengan Aryo. Aku tahu ini tak adil,  namun aku merasa lebih nyaman berada di dekat Aryo, dan aku tak dapat membohongi perasaanku. Maafkan aku Ardi.
***
Siang itu setelah pulang sekolah, seluruh siswa sudah pulang, termasuk Dara yang terburu buru karena hendak menjemput di bandara, pamannya yang baru datang dari Singapore. Hanya ada aku sendiri. Masih terpaku di mejaku, seperti tak ada daya untuk selalu pikirkan masalah ini. Memang kejadian ini sungguh sangat menyisa batinku, seperti memaksa hatiku untuk tidak ikut tersenyum ditengah kebahagiaanku bersama aryo. Tiba tiba ada ardi disebelahku.
“kenapa ga bales sms ran?”. Pertanyaan yang benar benar menghujam ulu hatiku.
“hah.. ngg,, bales ko tapi pending mungkin”. Maafkan aku ardi, kali ini aku tak kuasa, aku harus berbohong.
“tapi smsan sama aryo lanjut ya?”. Jawaban yang cukup menyindir, tapi yaa memang seperti itulah adanya.
“ haa.. apaan si lo di, gue kan juga bales sms lo”. Kakiku mulai bergetar.
“tapi kok  sms aryo ga pending ya, ga usah boong neng, kmaren sms lo buat Aryo nyasar ke tempat gue, tapi kayaknya ni, dari apa yang gue baca ya ran, lo agak berlebihan deh ”.
“kenapa lo ngomong gitu sih di, gue tau ya semuanya, Dara juga pernah cerita sama gue tentang perasaan lo, tapi bukan berarti lo bisa seenaknya atur atur gue mo temenan sama siapa ya. Gue kira lo sahabat yang baik yang bisa ngertiin gue, “
“hei.. ini ga semata mata tentang perasaan gue. Tapi lo mesti tau kali ini lo berhadapan sama siapa? Aryo punya Dara ran, lo inget kan tujuan awal lo? Kenapa jadi gini, lo liat Dara, dia Cuma nungguin cerita dari lo, jangan rusak semuanya ran”. Kali ini aku tak sanggup Tuhan inilah puncak dari semuanya. Ardi tahu perasaanku pada aryo tanpa pernah kusinggung sedikitpun dihadapannya. aku menangis sejadi jadinya. Tak tahan dengan segala yang terjadi, segala yang salah dan sedikit demi sedikit tersingkap. Aku benar benar tidak kuat. Kejadian ini membuatku menyayangi Aryo, dan aku pun tak ingin menyakiti Dara. Kujatuhkan kepalaku yang kian memberat di bahu kiri Ardi. Kurasakan ardi membelai kepalaku dengan tangan kanannya. Ada kasih sayang yang teramat sangat, yang tersirat diantara jemarinya. Namun aku tak dapat hilangkan Aryo begitu saja.
“ran, gue ga pernah paksa lo suka sama gue, sekalipun lo tau semuanya tentang gue, mungkin gue akan bisa terima semuanya setelah kejadian ini, tapi giamana sama dara? Lo tega sama dia? Gue sayang sama lo ran, dan karna ini gue belajar, tapi dara?, kita ga pernah tau perasaannya”. Ardi maafkan aku, aku semakin merasa berdosa pada Ardi dan terutama dara.
“maafin gue ardii, makasih udah ngertiin gue, gue juga ga tau gimana bisa gue begini, sebenernya gue capek, tapi gue ga bisa……”. Segera aku beranjak dari bahu ardi dan segera meninggalkannya, aku tak inginku tangisku menjadi jadi di sekolah, kutinggalkan ardi di kelas sepi itu, maafkan aku ardi, akupun tak ingin seperti ini.
***
Kejadian sore itu tak melunturkan rasaku pada Aryo, bahkan rasa ini demakin menjadi jadi, aku merasa ada Aryo disetiap gerak gerikku, rasanya bukan lagi aku yang hendak membantu Dara, namun aku yang berkorban untuk cintaku, hari selasa sepulang sekolah, Aryo mengajakku ke kedai kopi seperti biasanya. Ada yang lain pada raut wajahnya. Perasaanku bercampur campur, ada perasaan senang, namun terlalu banyak gundah yang mengganjal, gundah akibat kebodohan kebodohan ini. Namun biarlah semuanya berjalan seiring waktu. Aryo menyatakan perasaannya padaku siang itu, entah ada kekuatan dari mana, aku pun membalas perkataannya. Bibirku sedikit bergetar, di satu sisi aku yakin akan perasaanku, namun di sisi lain rasa berdosa itu begitu menghantui
“jadinya kita jadian tanggal 13 ya..” kata Aryo, untuk yang pertama kalinya ia berbicara dan menatap mataku.
“tapi ko tanggalnya jelek ya… haha.” Kataku, diikuti tawa kecil aryo.
Tiba tiba, dari kejauhan kulihat sosok dara, ya dara memperhatikan kami dan sepertinya mengetahui apa yang terjadi, aku tak dapat dengan jelas melihatnya ada ardi dibelakannya. Sejurus kemudian bibirku bergetar, tak tahu apa yang kulakukan. Akupun mulai sadar dengan semua ini. Bodohnya aku yang memutuskan untuk berhubungan dengan Aryo, dan dihari yang sama kulukai hati sahabatku. Kulihat dara tak kuasa menahan tangisnya, ada ardi yang memeluknya, beberapa kali Ardi melihatku, dari pandangannya aku tahu ia begitu kecewa, Ardi kemudian membawa Dara masuk ke mobilnya dan sesaat menghilang dihadapanku. Sesaat aku sadar dengan apa yang terjadi, aku begitu jahat pada dara meski aku sulit begitu saja melepas Aryo. Segera kutinggalkan Aryo dari kedai kopi itu. Aku bingung, aku kacau, kemana aku harus pergi dan selesaikan semuanya.  Aku segera bergegas menuju rumah Ardi, hanya ardi, ya kukira ardi bisa membantuku.
Ya tepat, ardi ada dirumah, setelah mengantar dara pulang ia langsung kembali ke rumah, kubicarakan semuanya pada Ardi.
“dii… maafin gue di….”kataku lirih karna tak kuasa menahan tangisku.
“ga nyangka ya niatnya mo hang out, malah jadinya kaya gini, tadinya dara sedih loh, karna lo ga bisa ikut, ehh ternyata pas ketemu jadinya malah begini”.sepertinya ada kekecewaan mendalam pada Ardi.
“ardii cukuupp… gue ga kuat, coba liat gue, lo tau kan perasaan gue, lo juga tau bukan maksud gue ngelukain sahabat gue sendiri, tapi gue cuma ga bisaaa…….”. tak dapat kulanjutkan perkataanku.
“ranii.. gue ngerti, karna gue sayang banget sama lo, tapi sekarang masalahnya ada sama lo, selesaiin dulu semuanya ran dan jangan temuin Dara dulu”. Lalu Ardi pergi meninggalkanku di pekarangan rumahnya.
***
Dara adalah orang yang begitu berprinsip, pasca kejadian ini ia tak lantas meninggalkanku begitu saja, disekolah ia mencoba untuk bersikap biasa saja padaku, aku tau itu sangat dipaksakan, ia tidak pernah membahas soal Aryo dihadapanku, hampir tidak pernah ada kata yang keluar dari mulut dara terhadapku jika tidak terlalu mendesak terlebih ketika ia memutuskan untuk bertukar bangku dengan arini temanku. Aku memaklumi sikapnya, pasti akan sangat menyakitkan dan merasa seperti dihianati teman sendiri ya aku tahu itu. Dara memang tidak pernah menujukkan sikap kasarnya padaku yang akan membuatku malu didepan teman temanku, bahkan teman temanku tidak pernah tau kita ada masalah tapi aku sangat terhukum dengan sikap acuh tak acuhnya seperti ini. Apa yang harus aku lakukan ya Allah..
Sekian lama kami bergelut dalam masalah pelik yang seharusnya tidak pernah terjadi. Perasaanku membuatku kacau. Ada semacam keperihan dibalik kebahagiaanku bersama Aryo. Entah ada energy dari mana yang membuatku masih bertahan sampai detik ini. Satu tahun sudah aku mencintai Aryo diatas kehancuran sahabat sahabatku. Terdengar sangat kejam mungkin. Namun rasaku sungguh sungguh. Tak dapat aku berbohong untuk sekedar ingkari apa yang sempat terbaca oleh hatiku. Ketika hati ini mulai memerah maka merahnya menyilaukan mata insan yang lain. Sebenarnya aku tak sanggup. Namun Aryo membuatku kuat dan bertahan.
Aku, dara dan Ardi samasekali tak lagi saling bicara, beruntung kami saat ini berada di kelas yang berbeda beda, meski tekadang sering terlihat olehku ardi yang memandangku dari kejauhan. Dari matanya sangat tergambar perasaannya, namun ada sebersit kekecewaan yang mendalam. Aku mengerti namun aku tak sanggup pungkiri perasaanku sendiri.
***
Aku semakin terbiasa dengan perasaan ini, dengan suasana hatiku, yang sanggup menghiburku hanyalah Aryo yang begitu perhatian dan menyayangiku sepenuh hati. Rasanya seperti masih dibutuhkan. Masih ada yang memiliki hati ini dan memeliharanya sekalipun bentuknya tidak indah seperti dulu. Aryo yang aku kagumi dan aku banggakan. Secercah kebahagiaan di balik kepahitan ini. Meski sebenarnya ia adalah penyebabnya. Dua minggu sudah Aryo tidak menemuiku, kami hanya berkomunikasi via sms atau telfon. Dia bilang dia sedang sibuk dengan acara pernikahan kakaknya, yah, sudah seharusnya kumaklumi. Aku tidak ingin disebut egois. Tapi entah mengapa hari ini aku ingin sekali pergi ke kedai kopi, tempat kami biasanya menghabiskan waktu, sekaligus tempat yang membuatku kehilangan sahabatku, namun entah mengapa aku selalu merindukan Aryo dan tempat itu. Meskipun tidak ada aryo kuputuskan untuk pergi sendiri ke tempat itu. Ini sudah jam 7 malam, seharusnya tempat itu ramai. Setidaknya bisa mengurangi sedikit kesepianku.
Tepat sekali. Kedai ini memang tidak pernah sepi, namun aku tak kehilangan tempat favoritku disana, aku duduk di tempat biasanya dan sambil menikmati kopi yang biasanya kupesan. Huuh, indah sekali rasanya, andai saja aryo ada disini. Tapi tunggu dulu, dari kejauhan kulihat sosok aryo, kali ini aku yakin itu dirinya, tapi ia bersama seorang wanita yang tidak kukenal sebelumnya. Kucoba telusuri gerak geriknya, tapi sepertinya perlakuannya tidak seperti teman pada umumnya. Terlihat sekali aryo menyayangi gadis itu. Bibirku bergetar, namun aku tak dapat marah aku hanya sedikit mengeluarkan air mata dan kemudian aku ingat Dara.
Aryo semakin mendekat, dan kemudian ia mengenaliku. Kulihat dia tampak begitu kaku, aku sangat mengerti bagaimana rasanya kepergok selingkuh. Namun aku semakin tak kuasa menahan lelehan airmataku. Sebelum kudengar penjelasannya kemudian aku pergi meninggalkannya.
***
Kini pikiranku sudah tak lagi menentu, aku kacau dibuatnya, terlintas kemudian kesalahan kesalahanku pada Dara dan Ardi. Aku merasa bersalah. Seandainya kutahu semuanya berakhir seperti ini, maka pasti takkan pernah ku sakuiti hati sahabat sahabatku. Yah meski kusadar bahwa beginilah hidup, takkan pernah luput manusia dari sebuah kekhilafan. Mulai detik ini tak ada lagi Aryo. Hanya ada Ardi dan Dara di hati yang menyempit ini. Ardi, ya, mungkin hanya dia yang menyayangiku apa adanya. Dan begitu tulus bahkan disaat tak kugubris sedikitpun perasaannya. Dan dara sehabat terbaikku yang pernah terluka hatinya karena kebodohanku. Aku menyesal tuhann, sungguh aku menyesal.
Aku menangis sejadi jadinya, kini sudah tak dapat kutahan lagi. Tak ada hasrat untuk sekedar keluar kamar dan menghirup udara luar. Sungguh samasekali aku tak menginginkannya. Aku malu pada diriku sendiri, malu pada sahabat sahabatku. Mereka hancur karena aku yang berjuang atas apa yang tak pantas kuperjuangkan. Sudah lelah rasanya mata ini mengeluarkan airmata. Kulihat wajahku dicermin. Tak ada lagi sisa sisa keceriaanku bersama Aryo, mataku memerah dan bengkak. Tidak seharusnya semuanya menjadi seperti ini. Aku sudah tak mampu lagi. Kini tak adalagi yang mampu sempurnakan hariku. Tak ada lagi yang mampu menenangkanku saat bersedih. Ya, mereka semua sudah pergi, sahabat sahabatku sudah pergi. Tiba tiba kurasakan ada pelukan hangat yang memelukku dari belakang. Rasanya campur aduk, seperti rindu yang tidak mampu lagi ditahan. Dara, ya, gadis yang pernah kusakiti ada dikamarku tiba tiba, dia pula yang memberiku pelukan pertama setelah aku jatuh. Tatapannya lembut. Seperti tak ada lagi sisa sisa kepedihan yang pernah kubuat. Meski rasa bersalah ini tak dapat begitu saja luntur dan berhenti membayangiku.
“dara… maafin guee…”. Tangisku pecah dalam pelukan dara. Dara yang tulus dan dara yang tak seharusnya kusakiti.
“gue udah lupain semuanya ran, gue tetep sahabat lo, gue dan Ardi tetep sahabat lo”.
“gimana bisa Ra, gimana bisa gue lupain semuanya setelah gue jahat banget sama lo, gue orang jahat ra, lo ga seharusnya jadi sahabat gue…”. Lalu dara menatapku dalam dalam.
“elo samasekali bukan orang jahat, sekalipun dulu gue pernah nangis karna lo. Lo pernah bilang sama gue, lo akan cari orang yang terbaik buat gue, dan lo udah lakuin semua itu ran. Yang bikin gue ga sama Aryo  itu bukan lo, tapi Tuhan. Dia tau, kalo gue ada di posisi lo sekarang mungkin gue nggak akan bisa buka hati lagi buat orang lain. Lo orang yang kuat ran, gue yakin tanpa Aryo hidup lo akan lebih bahagia.”
“Daraaa… maafin gue, tapi gimana mungkin lo bisa ikhlasin aryo gitu aja, gue tau lo suka banget sama dia, dan semua itu, semua harapan lo pernah gue renggut gitu aja daraaa…  gue ga pantes jadi sahabat lo”. Aku semakin tak mampu kendalikan tangisku.
“ardi, ardi orangnya ran, dia selalu ada disaat gue terpuruk, di masa masa krisis gue, ada ardi yang selalu bantuin gue, bahkan ardi yang bikin gue kuat buat bikin cerita baru setelah kehilangan aryo.”
“apaa… ardi, lo jadian sama ardi?”
“iaa,, sekarang gue sama Ardi, mungkin dia yang menurut Tuhan baik buat gue, gue bersyukut bgt ran, karena masalah ini gue jadi bisa deket lagi sama lo dan ketemu sama orang yang bisa bikin gue lebih bahagia. Dan dia bukan Aryo”.
“ gue ikut bahagia sama semuanya… selamat ya…” lalu, kupeluk erat erat dara sahabatku.
***
 Ini bagaikan suatu cerita kehidupan yang tiada henti memberi kejutan. Entah apa yang kurasakan sekarang. Mungkin sedikit aku merasa kehilangan, ya kehilangan Ardi. Ardi dengan ketulusan hati yang pernah ia curahkan padaku. Bahkan orang pertama yang kuingat ketika Aryo menjauh. Ardi mulai menjadi biru, namun birunya bukan lagi untukku. Mungkin beginilah dulu rasanya menjadi Dara sepenuhnya aku sadari segala kesalahanku terhadapnya. Begini berat rasanya kehilangan harapan. Aku bahagia dara memaafkanku, namun Ardi, ardi yang biru. Terus menerus menekanku dalam hujan.
Hujan, begitulah aku gambarkan kepedihan mendalam yang kurasakan. Seperti hujan yang tidak pernah memberi kesempatan pada apapun untuk tidak basah karnanya. Hujan yang dingin dan hujan yang sepi. Begitu mampu menguak segala yang tak indah. Dan hanya hujan yang mampu membuat hati bicara lain. Mengungkap segala kelemahannya. Dan takkan membiarkan siapapun untuk tak menangis bersamanya. Ya, begitulah hujanku. Hujanku karna sesali Ardi yang pernah menjadi damai, ketika birunya bukan untukku.
***
Aku bertemu ardi beberapa hari setelah dara kerumah ku, ya menurut pengakuan dara ibuku yang menelfonya untuk datang ke rumah karena aku seharian tak keluar kamar. Kutemui Ardi di lapangan futsal tempat ia biasa bermain futsal. Ardi menceritakan semuanya. Menceritakan perasaannya pada dara yang begitu tulus meski awalnya tumbuh dari sebuah rasa sakit hati, dan itu karena aku.
“Awalnya dara emang ga seindah elo Ran, bahkan awal awal jadian, hati gue masih sama lo. Yang lo perlu tau, gue jadian sama dia karena gue ga mau liat dia nangis terus. Tapi ketulusannya buat gue belajar, sejak saat itu gue rasa, cinta itu deket sama gue. Lama lama rasa itu ada, gue tulus sayang sama Dara dan mungkin dia adalah orang yang tepat.”
Yaa, hanya itu kata yang kukira berarti disepanjang pertemuan kami. Sekaligus pernyataan Ardi yang memenuhi tujuanku untuk menemuinya. Ardiku menjauh, ardi yang pernah mencintaiku dan kusia siakan dan kini bersama sahabat terbaikku. Disatu sisi akau bahagia namun ada pula sisi yang sesali semuanya. Mungkin inilah karma hidupku pada Dara yang harus kutebus sekarang. Namun dengan ini semua, aku belajar. Setidaknya aku tidak akan pernah kehilangan mereka lagi.


By: NOVIANA PRATIWI










  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar