Minggu, 27 Mei 2012

TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT KOMERSIAL

TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT KOMERSIAL TAHUN 2002 SAMPAI MARET 2012
Kredit komersial merupakan suatu bentuk penyaluran dana bank (use of fund) yang diperuntukan bagi perdagangan maupun pembangunan yang bersifat komersial sebagai penggerak dalam kegiatan sektor riil. 
Grafik diatas menggambarkan tingkat suku bunga untuk kredit komersial selama sepuluh tahun dari tahun 2002 sampai dengan maret 2012. Untuk bank persero, BUSN, PDB dan joint venture. Secara keseluruhan, grafik menunjukkan penurunan tingkat suku bunga kredit komersial sejak tahun 2002 hingga 2012. Secara umum dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kualitas perbankan dewasa ini, karena penurunan pada suku bunga kredit komersial merupakan salah satu indicator ekonomi yang berarti memberikan kesempatan yang lebih besar pada pelaku dunia usaha (sektor riil) untuk memperoleh kredit. Penurunan tingkat suku bunga kredit komersial secara umum ini, tidak lepas dari peran serta Bank Indonesia sebagai pelaku kebijakan moneter dalam menurunkan suku bunga dasar (BI Rate) yang sudah beberapa kali dilakukan. Penurunan suku bunga ini, dilakukan sebagai stimulus bagi perekonomian dalam meningkatkan permintaan kredit dalam dunia usaha, yang dalam jangka panjang, dalam gilirannya dapat mengkompensasi kejatuhan arus dana masuk dari luar, sehingga dapat menjaga sektor riil dari keterpurukan. Namun penurunan tingkat suku bunga tidak serta merta dapat dikatakan mampu menggerakkan sektor riil, hal ini dapat dilihat dalam grafik, bahwa sepanjang 2002 sampai 2012 suku bunga kredit komersial masih berada pada level 12 sampai 15 persen, yang dapat dikatakan belum cukup berhasil dalam menggerakkan perekonomian pada sektor riil. Hal ini dikarenakan perbankan tidak serta merta mengucurkan kreditnya kedalam sektor riil, sebagai upaya dalam menjaga tingkat non performing loans (kredit macet) yang masih tinggi, Hal ini bukan tanpa alasan, banyaknya sektor riil yang dirasa belum terbukti mampu dalam menangani pembiayan kredit menjadi alasan utama. Meskipun bank sudah gencar dalam memasarkan kredit komersial, namun kenyataannya banyak sektor riil yang dikatakan belum siap dan andal dalam menangani konsekuansi kredit serta banyaknya unused plafond dan undistributed loan. Sehingga, bank lebih memilih untuk membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang memiliki tingkat bunga kompetitif dan dijamin aman.
Kembali kepada pergerakan tingkat suku bunga kredit komersial yang digambarkan dalam grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 sampai 2006 terjadi kenaikan tingkat suku bunga secara serempak untuk Bank persero, BUSN, BPD dan JV, yang juga terjadi pada tahun 2007 sampai 2008 kecuali untuk BPD yang cenderung stabil menurun. Da beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga komersial mengalami peningkatan pada tahun tahun tersebut, diantaranya ialah belum stabilnya kondisi keuangan Indonesia pasca krisis ekonomi dunia yang menyebabkan dampak buruk pada pertumbuhan ekonomi. Krisis global menyebabkan ketidakpastian usaha sehingga menurunkan daya beli, yang diinterpretasikan dalam bentuk premi resiko suku bunga, peningkatan pada premi resiko suku bunga menjadi faktor penambah dalam penghitungan suku bunga kredit komersial yang menyebabkan bunga kredit tetap tinggi. 
Selain itu ialah masalah masih tersegmentasinya perbankan yang memiliki likuiditas besar, menengah dan kecil. Perbedaan kebutuhan likuiditas ini mengakibatkan sulitnya penurunan bunga kredit. Disatu sisi, perbankan dengan likuiditas kecil akan berlomba lomba untuk menaikan likuiditas dengan menaikan tingkat bunga simpanan. Disisi lain perbankan dengan kemampuan likuiditas lebih besar akan memilih menjaga tingkat bunga yang profitable baik dari simpanan maupun kredit. 
Faktor lainnya ialah  karena tingginya tingkat bunga yang disebabkan oleh penawaran obligasi baik pemerintah maupun asing, tentunya dengan tingkat bunga yang menggiurkan. Tentunya perbankan akan lebih memilih untuk menempatkan dananya pada instrument pemerintah yang relative aman dan menguntungkan dibandingkan dengan melakukan intermediasi dengan menerbitkan kredit yang tergolong riskan.  
Sedangkan untuk BPD, pada tahun 2007 sampai 2008 tidak mengalami kenaikan dan memiliki grafik yang lebih stabil. Salah satu faktor keberhasilan BPD dikarenakan karena kemampuannya dalam menambal modal inti. Contohnya seperti Bank Jabar Banten dan Bank Jatim yang telah memperoleh modal inti diatas $1 triliun sejak 2007. Modal inti, merupakan indicator utama keberhasilan bank untuk dapat menjaga eksistensi dalam ketatnya persaingan bisnis dalam dunia perbankan. Dengan kecukupan modal ini, kelembagan PBD menjadi kuat serta mampu mnopang bisnis secara ideal di daerahnya msing masing. Dengan kemampuan permodalan tersebut, ekspansi bisnis PDB menjadi lebih agresif, ditandai dengan stabilitas tingkat suku bunga kredit yang mampu meningkatkan penyaluran dana untuk kredit komersial yang pada tahun 2007 samapai 2008 mencapai 20% membuat pangsa pasar kredit menjadi lebih besar di daerahnya masing masing. 
 Ada tiga langkah yang dapat ditempuh untuk mempercepat transmisi penurunan suku bunga komersial. Pertama, percepatan pengesahan Rancangan Undang Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) . Percepatan pengesahan RUU itu akan membantu mengeliminasi segmentasi pasar perbankan nasional yang saat ini masih terbelah dua,antara bank-bank besar dan bankbank menengah kecil. Peraturan ini bila disahkan nantinya memperbolehkan BI untuk menjamin pinjaman yang dilakukan oleh perbankan melalui pasar uang antarbank sepanjang memenuhi beberapa kriteria.Dengan jaminan ini, otomatis bukan hanya bank besar, melainkan juga bank menengah kecil bisa menawarkan suku bunga kredit komersial yang lebih rendah.
Langkah kedua, pengupayaan penurunan suku bunga kredit oleh perbankan besar seperti bank pemerintah dan bank swasta nasional. Dengan adanya penurunan oleh bank-bank tersebut, dapat direspon perbankan lain dalam menurunkan tingkat bunga. Sehingga tingkat bunga dapat turun serempak yang dapat segera disalurkan dalam bentuk kredit ke sektor riil. Namun, pemerintah harus merelakan penurunan nilai pembagian dividen karena turunnya tingkat bunga. Upaya ini akan efektif karena akan banyak penyaluran kredit ke sektor riil yang pada akhirnya juga akan meningkatkan perekoomian nasional.
 Langkah ketiga, meningkatkan peranan perbankan nasional dalam peluncuran paket stimulus fiskal. Paket stimulus fiskal dalam berbagai sektor ekonomi dapat di intermediasikan melalui perbankan yang sudah jelas arah serta aturan penyalurannya daripada melalui lembaga pemerintah yang masih terkendala oleh rumitnya birokrasi.



referensi :    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar