TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT KOMERSIAL
TAHUN 2002 SAMPAI MARET 2012
Kredit
komersial merupakan suatu bentuk penyaluran dana bank (use of fund) yang
diperuntukan bagi perdagangan maupun pembangunan yang bersifat komersial
sebagai penggerak dalam kegiatan sektor riil.
Grafik
diatas menggambarkan tingkat suku bunga untuk kredit komersial selama sepuluh
tahun dari tahun 2002 sampai dengan maret 2012. Untuk bank persero, BUSN, PDB
dan joint venture. Secara keseluruhan, grafik menunjukkan penurunan tingkat
suku bunga kredit komersial sejak tahun 2002 hingga 2012. Secara umum dapat
dikatakan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kualitas perbankan
dewasa ini, karena penurunan pada suku bunga kredit komersial merupakan salah
satu indicator ekonomi yang berarti memberikan kesempatan yang lebih besar pada
pelaku dunia usaha (sektor riil) untuk memperoleh kredit. Penurunan tingkat
suku bunga kredit komersial secara umum ini, tidak lepas dari peran serta Bank
Indonesia sebagai pelaku kebijakan moneter dalam menurunkan suku bunga dasar
(BI Rate) yang sudah beberapa kali dilakukan. Penurunan suku bunga ini,
dilakukan sebagai stimulus bagi perekonomian dalam meningkatkan permintaan
kredit dalam dunia usaha, yang dalam jangka panjang, dalam gilirannya dapat
mengkompensasi kejatuhan arus dana masuk dari luar, sehingga dapat menjaga sektor
riil dari keterpurukan. Namun penurunan tingkat suku bunga tidak serta merta
dapat dikatakan mampu menggerakkan sektor riil, hal ini dapat dilihat dalam
grafik, bahwa sepanjang 2002 sampai 2012 suku bunga kredit komersial masih
berada pada level 12 sampai 15 persen, yang dapat dikatakan belum cukup
berhasil dalam menggerakkan perekonomian pada sektor riil. Hal ini dikarenakan
perbankan tidak serta merta mengucurkan kreditnya kedalam sektor riil, sebagai
upaya dalam menjaga tingkat non performing loans (kredit macet) yang masih
tinggi, Hal ini bukan tanpa alasan, banyaknya sektor riil yang dirasa belum
terbukti mampu dalam menangani pembiayan kredit menjadi alasan utama. Meskipun
bank sudah gencar dalam memasarkan kredit komersial, namun kenyataannya banyak
sektor riil yang dikatakan belum siap dan andal dalam menangani konsekuansi
kredit serta banyaknya unused plafond dan undistributed loan. Sehingga, bank
lebih memilih untuk membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang memiliki
tingkat bunga kompetitif dan dijamin aman.
Kembali
kepada pergerakan tingkat suku bunga kredit komersial yang digambarkan dalam
grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 sampai 2006 terjadi kenaikan
tingkat suku bunga secara serempak untuk Bank persero, BUSN, BPD dan JV, yang
juga terjadi pada tahun 2007 sampai 2008 kecuali untuk BPD yang cenderung
stabil menurun. Da beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga
komersial mengalami peningkatan pada tahun tahun tersebut, diantaranya ialah
belum stabilnya kondisi keuangan Indonesia pasca krisis ekonomi dunia yang
menyebabkan dampak buruk pada pertumbuhan ekonomi. Krisis global menyebabkan
ketidakpastian usaha sehingga menurunkan daya beli, yang diinterpretasikan
dalam bentuk premi resiko suku bunga, peningkatan pada premi resiko suku bunga
menjadi faktor penambah dalam penghitungan suku bunga kredit komersial yang
menyebabkan bunga kredit tetap tinggi.
Selain
itu ialah masalah masih tersegmentasinya perbankan yang memiliki likuiditas
besar, menengah dan kecil. Perbedaan kebutuhan likuiditas ini mengakibatkan
sulitnya penurunan bunga kredit. Disatu sisi, perbankan dengan likuiditas kecil
akan berlomba lomba untuk menaikan likuiditas dengan menaikan tingkat bunga
simpanan. Disisi lain perbankan dengan kemampuan likuiditas lebih besar akan
memilih menjaga tingkat bunga yang profitable baik dari simpanan maupun kredit.
Faktor
lainnya ialah karena tingginya tingkat
bunga yang disebabkan oleh penawaran obligasi baik pemerintah maupun asing,
tentunya dengan tingkat bunga yang menggiurkan. Tentunya perbankan akan lebih
memilih untuk menempatkan dananya pada instrument pemerintah yang relative aman
dan menguntungkan dibandingkan dengan melakukan intermediasi dengan menerbitkan
kredit yang tergolong riskan.
Sedangkan
untuk BPD, pada tahun 2007 sampai 2008 tidak mengalami kenaikan dan memiliki
grafik yang lebih stabil. Salah satu faktor keberhasilan BPD dikarenakan karena
kemampuannya dalam menambal modal inti. Contohnya seperti Bank Jabar Banten dan
Bank Jatim yang telah memperoleh modal inti diatas $1 triliun sejak 2007. Modal
inti, merupakan indicator utama keberhasilan bank untuk dapat menjaga
eksistensi dalam ketatnya persaingan bisnis dalam dunia perbankan. Dengan
kecukupan modal ini, kelembagan PBD menjadi kuat serta mampu mnopang bisnis
secara ideal di daerahnya msing masing. Dengan kemampuan permodalan tersebut,
ekspansi bisnis PDB menjadi lebih agresif, ditandai dengan stabilitas tingkat
suku bunga kredit yang mampu meningkatkan penyaluran dana untuk kredit komersial
yang pada tahun 2007 samapai 2008 mencapai 20% membuat pangsa pasar kredit
menjadi lebih besar di daerahnya masing masing.
Ada tiga
langkah yang dapat ditempuh untuk mempercepat transmisi penurunan suku bunga
komersial. Pertama, percepatan pengesahan Rancangan Undang Undang Jaring
Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) . Percepatan pengesahan RUU itu akan
membantu mengeliminasi segmentasi pasar perbankan nasional yang saat ini masih
terbelah dua,antara bank-bank besar dan bankbank menengah kecil. Peraturan ini
bila disahkan nantinya memperbolehkan BI untuk menjamin pinjaman yang dilakukan
oleh perbankan melalui pasar uang antarbank sepanjang memenuhi beberapa
kriteria.Dengan jaminan ini, otomatis bukan hanya bank besar, melainkan juga
bank menengah kecil bisa menawarkan suku bunga kredit komersial yang lebih
rendah.
Langkah kedua, pengupayaan penurunan suku
bunga kredit oleh perbankan besar seperti bank pemerintah dan bank swasta
nasional. Dengan adanya penurunan oleh bank-bank tersebut, dapat direspon perbankan
lain dalam menurunkan tingkat bunga. Sehingga tingkat bunga dapat turun
serempak yang dapat segera disalurkan dalam bentuk kredit ke sektor riil. Namun,
pemerintah harus merelakan penurunan nilai pembagian dividen karena turunnya
tingkat bunga. Upaya ini akan efektif karena akan banyak penyaluran kredit ke
sektor riil yang pada akhirnya juga akan meningkatkan perekoomian nasional.
Langkah ketiga,
meningkatkan peranan perbankan nasional dalam peluncuran paket stimulus fiskal.
Paket stimulus fiskal dalam berbagai sektor ekonomi dapat di intermediasikan
melalui perbankan yang sudah jelas arah serta aturan penyalurannya daripada
melalui lembaga pemerintah yang masih terkendala oleh rumitnya birokrasi.
.
referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar